Missing You (FF Remake of “Lay – Missing You)

Tittle    : Missing You (FF Remake of “Lay – Missing You”)

Cast     : Lay

Genre  : [up to readers]

Rating  : –

“Selamat pagi, chagi-ya” ujarku pada seorang wanita berambut panjang yang sedang tersenyum menatapku. Wajahnya begitu indah, bagai dipahat di surga. Matanya besar dan alisnya juga tebal. Membuat pancaran matanya menjadi yang terindah bagiku. Belum lagi bibir tipisnya yang selalu menghasilkan pesona senyum paling menawan.

Setelah puas memandangi wanitaku, aku segera bangun dari ranjang putih besar. Menarik selimutku perlahan dan menghirup udara pagi ini dengan segenap perasaan gembira. Karena hari ini aku sengaja cuti untuk mengunjungi tempat yang paling ku nanti tiap tahunnya. Sebenarnya aku selalu mengunjungi tempat itu setiap kali aku memiliki waktu. Tapi hari ini sangat spesial hingga aku tak bisa melewatkannya atau mengganti hari cutiku.

Tak ingin terlambat, aku segera berdiri dan kembali tersenyum melihat tulisan-tulisan pengingat dan penyemangat di note kecil berwarna kuning. Pesan-pesan dari wanitaku itu menyebar di seluruh penjuru rumah. Yang pertama ku baca dan berhasil membuatku selalu tersenyum adalah kalimat sapaan pagi darinya, Chagi-ya, selamat pagi, cepatlah mandi. Karena pesan itu aku pun pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Lalu aku memilih pakaian yang tepat untuk acara hari ini. Lagi-lagi, sebuah pesan tertempel di dua kemeja ku. Pesan pertama Baju ini cocok untukmu terdapat disebuah kemeja dengan warna-warna pastel. Ku lihat pesan lainnya yang terpasang di sebuah kemeja kotak-kotak putih hitam, tapi lebih cocok yang ini. Aku tersenyum lagi dan memakai kemeja yang terakhir ku pegang.

Sebelum berangkat aku selalu menyempatkan diri untuk menikmati secangkir kopi di meja makan yang juga penuh dengan pesan-pesan darinya. Seperti setelah minum kopi jangan lupa minum air putih atau tomat baik untuk kesehatanmu.Ia selalu peduli dengan detail. Sungguh membuatku makin menyayanginya.

Lalu ku lihat jam di dinding, menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Aku masih memiliki waktu satu jam. Oleh karena itu, aku menikmati kopiku sambil memandangi wajahnya. Yang selalu berhasil membuatku mampu bertahan melewati hari-hari tanpa cahaya. Ia begitu cantik, selalu cantik setiap harinya. Bahkan ketika marah, ia menjadi lebih cantik. Hal itu pun membuatku semakin tidak sampai hati jika terus berlarut dalam suasana tidak menyenangkan.

Pada tegukan terakhir kopiku, tiba-tiba kenangan saat pertama kali aku bertemu dengannya muncul. Empat tahun lalu, ketika aku bekerja paruh waktu di restoran perancis. Ia adalah pelanggan setia restoran kami. Tiap Jumat malam ia selalu datang sendirian namun tetap menikmati makan malamnya. Ia juga selalu membawa sebuah catatan yang isinya puisi-puisi indah karyanya. Beberapa kali aku melihatnya menulis. Sampai suatu hari aku memberanikan diri untuk mengenalnya lebih dalam dan semuanya berjalan begitu baik. Kami pun menjadi sepasang kekasih dan terus bersama dalam keadaan apapun. Bahkan setelah aku tidak lagi bekerja di restoran dan memutuskan untuk sekolah musik dengan hasil kerja kerasku selama ini. Ia begitu mendukungku. Setiap hari ia datang ke sekolah musik untuk menungguku selesai berlatih agar kami dapat makan malam bersama. Ia bahkan menyiapkan segala sesuatunya, seperti pakaian, sarapan, sampai senar gitar baru, meskipun ia sudah sibuk dengan pekerjaannya sebagai guru untuk anak-anak berkebutuhan khusus dan juga les piano. Aku benar-benar bersyukur karena dapat memilikinya.

Sudah pukul tujuh. Aku mencuci gelas yang ku pakai. Kemudian senyum lebar mengembang di wajahku karena inisial nama kami tertulis begitu jelas di bagian dasar gelasnya. Ini idenya, agar kami ingat bahwa tempat pertama kami bertemu adalah di restoran. Lalu aku menyadarkan diriku agar segera membersihkan gelas itu. Setelah selesai aku segera bergegas ke luar dan mengambil sepedaku. Aku kembali tersenyum karena disana kembali tertempel sebuah pesan hati-hati, aku mencintaimu.

Aku berencana untuk mampir ke caffe yang selalu kami kunjungi untuk membeli segelas Americano kesukaannya. Jaraknya tidak jauh dari rumahku, jadi aku mengendarai sepeda sambil menikmati pagi yang begitu cerah. Langit biru membentang begitu luas tanpa penghalang. Sehingga membuat sinar mentari dapat menghangatkan tubuhku. Benar-benar hangat, seperti hangat sentuhan jemarinya.

Tak sampai lima menit aku sampai di caffe. Ku parkirkan sepedaku dan aku segera naik ke lantai atas letak caffe itu berada. Lalu aku duduk di luar karena begitu sayang melewati hari secerah ini.

“ini, segelas Americano-mu” kata salah seorang pelayan caffe yang memang sudah hapal betul dengan pesananku tiap tahunnya. Ia meletakkan gelasnya di meja dan aku melihat sebuah note tertempel disana, MISSING YOU. Aku tersenyum, begitupun pelayan itu. Ia lalu masuk dan aku masih menikmati terpaan sinar mentari sambil memegang secarik note itu. Wanitaku memang benar-benar penuh detail. Aku makin menyukainya.

Setelah merasa lebih hangat aku lalu beranjak dan berjalan bersama sepedaku ke arah selatan. Ke arah tempat tujuanku hari ini. Jalanan begitu sepi, namun daun-daun bersemi begitu indah. Membuat hati siapapun yang melihatnya akan berbahagia. Kicauan burung juga hadir melengkapi jernihnya cuaca pagi ini. Angin pun berhembus sejuk di kulitku. Seolah langit sudah mempersiapkannya untukku. Seandainya wanitaku bersamaku saat ini, mungkin kebahagianku akan lengkap.

“Lay,” panggil seorang ahjussi yang baru saja keluar dari toko kue, “tunggu sebentar.” Katanya sambil tersenyum dan kembali masuk ke dalam tokonya.

Tak lama ia kembali. Dengan sekotak kue yang tidak pernah ku pesan namun ditujukkan untukku.

“hari ini ulang tahunnya, kan? Berikan ini untuknya.” Kata ahjussi itu yang setelah ku ingat adalah ahjussi yang anaknya pernah di bimbing oleh wanitaku di sekolah berkebutuhan khusus.

“khamsahamnida” aku sungguh bersyukur bahwa orang-orang di sekeliling kami begitu peduli padanya.

Tak sabar ingin segera berjumpa. Akhirnya ku kendarai sepedaku menuju jalanan menurun yang nampak teduh karena ditiap sisinya diisi oleh pepohoan hijau. Dulu kami suka berjalan kaki disini sambil menikmati udara segar khas dataran tinggi bersama anjing kecil kami.

Dalam waktu sepuluh menit aku sudah tiba di sebuah gereja terbesar disini. Gereja ini penuh ukiran khas Eropa, sama sekali tidak akan terasa jika kau sedang berada di Korea kalau sedang beribadah disini. Melengkapi segala keanggunan Rumah Tuhan ini, sebuah lonceng khas Gereja menjadi simbol pengingat umat untuk selalu beribadah. Lalu aku melepaskan semua rasa kagumku atas bangunan suci ini dan memarkirkan sepedaku di sisi Gereja. Ku ambil kue tadi dan membawanya ke dalam.

Aku melewati lorong Gereja yang sama indahnya dengan arsitektur luarnya. Mozaik-mozaik Yesus, Maria, dan para Santo terukir dengan anggunnya di dinding gereja. Sungguh perasaan tenang begitu saja hinggap dalam jiwaku.

Beberapa langkah ku lewati dan sekarang aku tiba di ujung lorong Gereja. Sebuah ruangan dihadapanku sudah siap menjadi saksi lagi atas pertemuanku kembali dengannya.

“Chagi-ya, annyeong” sapaku pada wanitaku. Wajahnya begitu manis didalam bingkai foto itu. Baju merah muda yang ia kenakan membuatnya terlihat semakin menawan, sama persis dengan foto yang ada dirumahku. Yang selalu menemani hari-hariku.

Hampir lupa karena aku begitu senang melihatnya lagi, ku keluarkan kue dari kotak pemberian ahjussi. Sebuah kue ulang tahun dengan hiasan stroberi kesukaannya. Ditambah beberapa pasang lilin warna-warni yang begitu mencerminkan kepribadiannya yang ceria. Lalu ku nyalakan lilin diatasnya dan menyanyikan lagu selamat ulang tahun sambil memandang wajahnya dari balik lemari kaca tempat menyimpan abu kremasi.

Didalamnya sengaja ku taruh beberapa miniatur yang akan mengingatkanku pada dirinya. Seperti miniatur piano, sepeda, dan anjing kecil. Juga sebuah pesan dari ku agar ia tahu bahwa meskipun massa dan tempat tak akan mampu menjadi pemusnah dari perasaanku, ALWAYS LOVE YOU, MISSING YOU EVERYDAY.

Sudah dua tahun sejak kepergiannya dan aku masih merindukkannya. Benar-benar rindu hingga aku tak mampu bernapas jika tidak melihat wajah tersenyumnya meski melalui foto. Seandainya waktu bisa berputar, aku tidak akan menyia-nyiakan waktu saat bersama dengannya. Seandainya waktu bisa berputar, aku tidak akan sungkan menyatakan cintaku setiap hari padanya. Seandainya waktu bisa berputar, aku tidak akan melewatkan satu detikpun untuk membuatkannya sebuah lagu. Seandainya waktu bisa berputar…aku akan mengatakan bahwa aku selalu mencintai dan merindukannya.

END